Voltaire dan Fragmen Drama Muhammad (shalallahu’alaihi wa sallam) Sang Nabi

Voltaire (1694-1778)
Dunia lebih mengenal nama Voltaire yang sejatinya hanyalah sebuah nama pena; nama aslinya sendiri adalah François-Marie Arouet. Voltaire lahir pada tanggal 21 November 1694 dan meninggal pada 30 Mei 1778 di usia 83 tahun. Voltaire merupakan penulis esai dan filsuf Perancis di zaman rennaissance yang memiliki pengaruh luas pada masanya.
Sama halnya seperti filsuf-filsuf eropa lain di abad pertengahan, Voltaire pun merupakan filsuf yang vokal mengkritik dogma gereja yang sangat merugikan bahkan menyengsarakan masyarakat. Salah satu kritikannya yang fenomenal adalah sebuah fragmen drama yang berjudul ‘Le Fanatisme, ou Mahometle prophete’ atau ‘Fanatisme atau Muhammad (shalallahu’alaihi wa sallam) Sang Nabi’.
Dalam fragmen dramanya tersebut sebenarnya Voltaire tidak menceritakan langsung kisah tentang Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam, namun karakter Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam digambarkan negatif dalam kisah tersebut. Dalam kisahnya tersebut, Voltaire mengisahkan seorang laki-laki bernama Seid atau kita mengenalnya Zaid bin Haritsah radiyallhu’anhu, anak Angkat Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam. Fanatisme Zaid bin Haritsah radiyallhu’anhu terhadap ajaran Nabi Muhammad membuatnya gelap mata sehingga akhirnya Zaid bin Haritsah radiyallhu’anhu membunuh ayah kandungnya sendiri. Sebuah kisah fitnah yang masih direkam sejarah sampai saat ini.


Namun, dalam suatu kesempatan Voltaire pun mengaku bahwa fragmen dramanya hanyalah hasil imajinasinya sendiri. Voltaire memiliki misi lain dari penciptaan kisah bohongnya tersebut. Voltaire ingin menunjukkan bahwa fanatisme berlebihan terhadap suatu agama hanya akan menimbulkan kehancuran jiwa. Sebenarnya Voltaire menyindir hegemoni gereja saat itu, melalui tindakan mendistorsi sejarah agama lain.
Sekitar 30 thn pasca penulisan Le Fanatisme, ou Mahometle prophete’, Voltaire kembali membuat esai tentang Islam, namun dalam pandangan-pandangannya yang positif. Voltaire mengungkapkan bahwa Islam merupakan agama yang menjunjung toleransi, bahkan Voltaire mengaku kagum terhadap kepemimpinan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam yang adil dan toleran. Beberapa sejarawan beranggapan bahwa pandangan Voltaire tentang Islam berubah setelah dia membaca tulisan-tulisan Averroes atau Ibnu Rusyd, seorang ulama dan filsuf besar dari Andalusia.
Sampai saat ini dunia hanya mengenal Voltaire sebagai seorang atheis, meski dia pernah berkata: “Kalaupun seandainya Tuhan itu tidak ada, kita tetap harus mencari-Nya.”  Bahkan di detik-detik akhir kehidupannya Voltaire berkata, “Ya Tuhan, Tolong… aku ingin mati dengan damai.” Seperti Napoleon yang diisukan memeluk Islam sebelum kematiannya, bisa jadi Voltaire pun demikian. Namun, isi hati manusia siapa yang tahu? Biarlah Allah subhanahu wa ta’ala yang menilainya.

Sumber:
Rais, Hanum Salsabila dan Almahendra, Rangga. 2011. 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan menapak Jejak Islam di Eropa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
http://id.wikipedia.org/wiki/Voltaire, diakses 19 November 2013

Depok, 19 November 2013