Lost In Jakarta

Selepas kerja (baca: magang) di Bank Muamalat Panglima Polim di daerah Blok M saya berencana ifthor di Masjid AlAzhar dengan seorang teman dekat. Jam telah menunjukkan sekitar pukul 16.00, dengan mengendarai Moji (Motor Jihad) saya tancap gas menuju Masjid Al Azhar. Semula semuanya berjalan lancar sampai kemudian saya salah belok, Al Azhar tepat berada di sisi kiri jalan yang saya lewati, karena  tak tahu jalan balik arah saya lurus saja, harapannya di depan ada tempat untuk balik arah. Tapi saya salah telak, 30 menit berselang saya makin jauh meninggalkan Al Azhar, sampai-sampai saya tidak tahu dimana saya sekarang berada.

Mengarungi jalan-jalan Jakarta untuk saya bener-benar seperti berjalan ditengah hutan dan terkena oyot mimah, berapapun kita jauh berjalan kita akan kembali ke tempat semula. Jika sudah begini saya jadi rindu jalanan cilegon yang lurus dari ujung ke ujung dan pastinya anti nyasar.

Kembali ke cerita awal, akhirnya saya tersedar bahwa jalan yg saya lewati bukanlah yang seharunsya, semua jalan terlihat sangat asing bagi saya. Tersesat bukan hal yang menakutkan bagi saya, tapi masalah yang sebenarnya adalah bahwa uang yang masih berkenan tinggal disaku adalah Rp 2500 padahal bensin motor saya hamper habis, belum lagi hape saya yang mati. Semuanya lengkap dan saling  bahu membahu memproduksi rasa takut dihati yang kemudian menciptakan keringat dingin khas orang bingung.

Saat lampu merah menyala saya beranikan diri untuk bertanya, “mas. Kalo mau ke Al Azhar ke arah mana?”, “owh, lurus aja, nti ketemu rel kereta api, lurus terus, masih jauh mas, mungkin nyampenya Isya, soalnya jam segini jam macet.”. mata saya terbelalak ketika mas itu bilang ‘nyampenya isya’, keringat dingin saya makin girang berloncatan, mereka makin deras mengalir, rasa khawatir dan bingung menari-nari di pikiran saya. Saya jadi menyesal bertanya ke orang tersebut.

Tapi, dengan sisa-sisa optimisme yang masih tersisa saya kebut menuju Al Azhar, disetiap persimpangan jalan saya tanya pengguna jalan lain. Akhirnya setelah melewati jalan berkelok dengan jumlah perempatan yang membingungkan saya sampai di masjid Al Azhar, tepat saat adzan maghrib berkumandang. Pulangnya saya terpaksa beli bensin di petronas dengan harga 1 liter premiumnya sama dengan 2 liter premium di pertamina. Tentu saja dengan sebelumnya mengambil kartu ATM yang dibawa teman saya karena kemarin tertinggal dikosan dia. Pulangnya macet menghadang, maka lengkaplah sudah hidangan pembuka puasa dihari yang ke 19 ini.

Cilegon, 3 Syawal 1432