Maka, Berhusnudzonlah!...

Ibnu Sina, cendekiawan Islam masyhur yang terkenal dengan kitab asy syifa’ nya itu pernah berkata, bahwa kenabian itu bisa diusahakan. Kenabian adalah hasil dari ilmu dan amal sholeh. Begitu kira-kira pendapat dari Ibnu Sina. Dikemudian hari lantaran pendapat ini Ibnu Sina kemudian divonis sesat oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. 

Ternyata bukan hanya Ibnu Sina yang berpendapat bahwa kenabian bisa diupayakan, Ibnu Hibban, Ulama hadits yang sangat ‘alim itu pun memiliki pendapat yang sama. Hingga Imam Adz Dzahabi pernah berkomentar tentangnya, tapi berbeda dengan Ibnu Taimiyah yang langsung memberikan vonis kafir. Adz Dzahabi hanya berkata bahwa Ibnu Hibban adalah seorang ulama yang sangat faqih, tidak mungkin beliau berkata tanpa sesuatu maksud, maka berhusnudzon bagi kita pada seorang ulama adalah lebih baik.

Ada peristiwa menarik lagi yang terjadi pada Imam Yahya bin Mun’im. Suatu hari sang Imam melihat seorang gadis cantik yang sedang berjalan dengan para murid-muridnya. Sang imam kemudian berkata, “Sesungguhnya Allah bershalawat atas gadis cantik itu.” Sang murid terperanjat kaget, “Apa maksud pernyataan anda wahai guru kami.” Sang imam hanya menjawab, “Sesungguhnya Allah bershalawat atas setiap keindahan.”

Tentang peristiwa ini Adz Dzahabi hanya berkata, beliau adalah seorang imam yang faqih, tidak mungkin dia berkata tanpa sesuatu maksud, maka berhusnudzon bagi kita pada seorang ulama adalah lebih baik.

●●●

Begitulah Adz Dzahabi mengajarkan kita tentang husnudzon, ketika pintu-pintu klarifikasi telah tertutup, maka berhusnudzon adalah jauh lebih baik. Tapi kini fitnah begitu besar, para ulama saling menghujat, bahkan membuat buku khusus untuk saling menghina dan membeberkan kekhilafan. Lebih ironisnya lagi kemudian wabah ini pun menginfeksi orang-orang awam. Bertebaran saat ini orang-orang awam yang menghina, menghujat, bahkan memvonis sesat seorang ulama. Semuanya semakin menguatkan betapa tidak beradabnya kita terhadap ulama-ulama yang merupakan pewaris Nabi.
 
Ditengah fitnah yang begitu besar, semoga kita dapat renungkan apa yang disampaikan Abu Nuaim dalam Hilyatul ‘Auliya, “Jika kalian melihat seseorang melakukan sebuah kekeliruan, maka tanamkanlah 70 alasan dalam hati kalian untuk berpandangan baik terhadap orang tersebut. Jika itu belum cukup, maka katakanlah pada hati kalian bahwa saudaraku ini sedang khilaf.”

Maka Saudaraku, berhusnudzonlah…
Bojongsari,21 Dzulqa'dah 1432