Rindu Rasul, Adakah Di Hati? (Part 1)


Berbeda dengan pendapat umum yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir pada tanggal 12 rabiul awal, Syekh Shafiyurrohman Al Mubarakfuri dalam kitabnya yang sangat fenomenal,  Ar rahiqul Makhtum berpendapat bahwa Rasulullah lahir pada tanggal 6 Rabiul awwal. Tapi tulisan ini bukan untuk membahas khilaf yang berada di tengah ummat. Karena apapun, kerinduan pada bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudahlah mesti terbit di ufuk hati kita melampaui tiap khilaf yang kerap memecah kesatuan hati kita.

Rindu pada rasul, pernah pula melampaui logika dan menguji iman. Dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Jabir bin Abdullah rodiyallhu’anhu dan diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no 876 bahwa di masa lampau sebelum Masjid Nabawi memiliki mimbar, dan jumlah kaum muslim belum terlalu banyak, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam  selalu berkhotbah dengan berdiri di atas salah satu batang pohon kurma. Hingga akhirnya seorang wanita dari kaum anshor  berkata pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah bolehkah aku buatkan anda tempat tuntuk duduk? Anakku adalah seorang tukang kayu.”  Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,  “Terserah kamu.”  Maka wanita itu pun membuatkan mimbar untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.


Hingga satu hari ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menaiki mimbar terdengarlah rintihan seperti rintihan unta dan goncangan tanah yang terus bergetar sehingga para sahabat pun bertanya-tanya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum kemudian beliau turun  dari mimbar dan mendatangi pohon kurma yang tak jauh dari mimbar tersebut. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan pada batang pohon kurma dan mengusap-usap dengan perlahan-lahan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada pohon kurma itu: “Jika engkau mau, aku akan jadikan engkau dinding masjid ini, akarmu tumbuh lagi, tubuhmu hidup lagi dan engkau berbuah lagi. Atau jika engkau mau, engkau aku tanam di surga, supaya para kekasih Allah dapat memakan buah buahmu.”

Batang kurma itu menjawab: “Saya memilih untuk ditanam di surga sehingga kekasih-kekasih Allah dapat memakan buahku dan saya berada di tempat di dalamnya saya kekal.”

Goncangan tanah dan suara rintihan pun berhenti. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kembali pada mimbar dan menyampaikan kejadian tersebut kepada para sahabatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Ia (pohon kurma) memilih negeri yang kekal dibandingkan negeri yang fana!”

Dalam riwayat yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat agar ditanam di bawah tempat mimbar beliau. Dan beliau bersabda: “Demi Allah Dzat Yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya. Jika aku tidak memegang dia (batang korma) niscaya dia akan menangis terus sampai hari kiamat karena merasa sangat bersedih berpisah denganku” (Adapula hadits yang mirip dengan kisah ini yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radiyallahu'anhu dalam Shahih Al-Bukhari (3390), dan At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (505))

Imam Hasan Al Bashri rahimahulloh, seperti yang dikutip dalam Asy-Syifa’ Lil Qodli ‘Iyadl; setelah beliau menceritakan hadis ini,  beliau selalu menangis dan berkata: “Wahai hamba Allah Subhanahu wa ta’ala, perhatikanlah, batang korma saja punya kerinduan dan cinta yang dahsyat pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai tak kuasa menahan tangisan untuk berpisah dengan beliau. Mestinya kalian semua lebih pantas untuk menangis dengan penuh kerinduan dan cinta pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Memang, sepertinya kita belum pernah nampak lebih baik, bahkan dari sebatang korma dalam hal kerinduan pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. karena mungkin rindu kita telah terkikis oleh rindu-rindu yang fana.

Depok, 3 Rabiul Tsani 1434