Berbeda
dengan pendapat umum yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir pada tanggal 12 rabiul awal,
Syekh Shafiyurrohman Al Mubarakfuri dalam kitabnya yang sangat fenomenal, Ar
rahiqul Makhtum berpendapat bahwa Rasulullah lahir pada tanggal 6 Rabiul
awwal. Tapi tulisan ini bukan untuk membahas khilaf yang berada di tengah
ummat. Karena apapun, kerinduan pada bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudahlah mesti terbit di ufuk hati
kita melampaui tiap khilaf yang kerap memecah kesatuan hati kita.
Rindu pada
rasul, pernah pula melampaui logika dan menguji iman. Dalam sebuah hadits yang
disampaikan oleh Jabir bin Abdullah rodiyallhu’anhu
dan diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari no 876 bahwa di masa lampau sebelum
Masjid Nabawi memiliki mimbar, dan jumlah kaum muslim belum terlalu banyak,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
selalu berkhotbah dengan berdiri di atas
salah satu batang pohon kurma. Hingga akhirnya seorang wanita dari kaum anshor berkata pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah bolehkah aku buatkan anda tempat tuntuk duduk? Anakku adalah seorang
tukang kayu.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Terserah
kamu.” Maka wanita itu pun
membuatkan mimbar untuk Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.
Hingga
satu hari ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam menaiki mimbar terdengarlah rintihan seperti rintihan unta
dan goncangan tanah yang terus bergetar sehingga para sahabat
pun bertanya-tanya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum
kemudian beliau turun dari mimbar dan mendatangi pohon kurma yang tak
jauh dari mimbar tersebut. Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam meletakkan tangan pada batang pohon kurma dan
mengusap-usap dengan perlahan-lahan.
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata
pada pohon kurma itu: “Jika engkau mau,
aku akan jadikan engkau dinding masjid ini, akarmu tumbuh lagi, tubuhmu hidup
lagi dan engkau berbuah lagi. Atau jika engkau mau, engkau aku tanam di surga,
supaya para kekasih Allah dapat memakan buah buahmu.”
Batang
kurma itu menjawab: “Saya memilih untuk
ditanam di surga sehingga kekasih-kekasih Allah dapat memakan buahku dan saya
berada di tempat di dalamnya saya kekal.”
Goncangan
tanah dan suara rintihan pun berhenti. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kembali pada mimbar dan
menyampaikan kejadian tersebut kepada para sahabatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Ia (pohon kurma) memilih negeri yang kekal
dibandingkan negeri yang fana!”
Dalam riwayat
yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkan para shahabat agar ditanam di bawah tempat mimbar
beliau. Dan beliau bersabda: “Demi Allah
Dzat Yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya. Jika aku tidak memegang dia (batang
korma) niscaya dia akan menangis terus sampai hari kiamat karena merasa sangat
bersedih berpisah denganku” (Adapula hadits yang mirip dengan kisah ini
yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radiyallahu'anhu dalam Shahih Al-Bukhari (3390),
dan At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (505))
Imam Hasan
Al Bashri rahimahulloh, seperti yang
dikutip dalam Asy-Syifa’ Lil Qodli ‘Iyadl;
setelah beliau menceritakan hadis ini, beliau selalu menangis dan berkata:
“Wahai hamba Allah Subhanahu wa ta’ala,
perhatikanlah, batang korma saja punya kerinduan dan cinta yang dahsyat pada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai tak kuasa menahan tangisan untuk
berpisah dengan beliau. Mestinya kalian semua lebih pantas untuk menangis
dengan penuh kerinduan dan cinta pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Memang, sepertinya
kita belum pernah nampak lebih baik, bahkan dari sebatang korma dalam hal
kerinduan pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam. karena mungkin rindu kita telah terkikis oleh rindu-rindu yang
fana.
Depok,
3 Rabiul Tsani 1434
Posting Komentar