Mengasah Pedang Kehidupan

“Sungguh saya telah berjumpa dengan beberapa kaum, mereka lebih bersungguh-sungguh dalam menjaga waktu mereka daripada kesungguhan kalian untuk mendapatkan dinar dan dirham.”
(Al-Hasan Basri)

Ada rasa malu dan iri yang terbersit dalam hati saat membaca bagaimana para ulama-ulama Islam terdahulu memanfaatkan waktu-waktu. Kedalaman berpikir dan kedekatan pada Allah menjadikan mereka memahami betul urgensi waktu. Bagi mereka waktu adalah nikmat agung dan perkara besar dalam gempita kehidupan yang dijalani. 

Allah telah bersumpah dengan waktu dalam kitab-Nya yang mulia dan ayat-ayat-Nya yang luhur dalam konteks yang berbeda-beda. Allah yang urusan-Nya begitu agung telah bersumpah dengan waktu malam, siang, fajar, subuh, saat terbenamnya matahari, waktu dhuha, dan dengan masa. Waktu benar-benar bukan perkara kecil dalam hiruk pikuk kehidupan kita.

Allah telah member taufik pada mereka, maka jatah waktu yang telah Allah berikan kepada mereka berujung dalam kerja dan karya besar. Tentu saja Rasulullah SAW adalah orang yang paling luar biasa memanfaatkan waktunya, dalam waktu hanya 23 tahun telah berhasil membangun peradaban, merubah wajah dunia dalam keindahan Islam. Tidak kurang dari 80 kali perang beliau ikuti dalam kurun waktu 10 tahun. Berikutnya adalah Zaid bin Tsabit yang mampu menguasai bahasa parsi dalam 2 bulan. Begitu pula Abu Hurairah yang masuk Islam dikahir-akhir kehidupan Rasulullah meriwayatkan hadits sebanyak 5374.

Dikalangan ulama pada generasi salaf ada  Abul Hasan bin Abi Jaradah (548 H) yang sepanjang hidupnya menulis kitab-kitab penting sebanyak tiga lemari. Kemudia Abu Bakar Al-Anbari setiap pekan mampu membaca sebanyak sepuluh ribu lembar. Ibnu Jarir Ath-Thabari, beliau menulis tafsir Al-Qur’an sebanyak 3.000 lembar, menulis kitab Sejarah 3.000 lembar.Setiap harinya beliau menulis sebanyak 40 lembar selama 40 tahun.Total karya Ibnu Jarir 358.000 lembar.

Kemudian adalah Ibnu Aqil yang menulis kitab paling spektakuler yaitu Kitab Al-Funun, kitab yang memuat beragam ilmu, adz-Dzahabi mengomentari kitab ini, bahwa di dunia ini tidak ada karya tulis yang diciptakan setara dengannya. Menurut Ibnu Rajab, sebagian orang mengatakan bahwa jilidnya mencapai 800 jilid.  Al-Baqqilini tidak tidur hingga beliau menulis 35 lembar tulisan.

Ibnu Al Jauzi senantiasa menulis dalam seharinya setara 4 buah buku tulis. Dengan waktu yang dimilikinya, beliau mampu menghasilkan 2.000 jilid buku. Bekas rautan penanya Ibnul Jauzi dapat digunakan untuk memanasi air yang dipakai untuk memandikan mayat beliau, bahkan masih ada sisanya. Iman An-Nawawi setiap harinya berlajar 12 mata pelajaran, dan memberikan komentar dan catatan tentang pelajarannya tersebut. Umur beliau singkat, wafat pada umur 45 tahun, namun karya beliu sangat banyak dan masih dijadikan sumber rujukan oleh umat muslim saat sekarang ini.

Dari kalangan ulama muta’akhirin kita bisa mengenal Syekh Ali At-Thantawi, beliau membaca 100-200 halaman setiap hari. Kalkulasinya, berarti dengan umurnya yang 70 tahun, beliau sudah membaca 5.040.000 halaman buku. Artikel yang telah dimuat di media massa sebanyak tiga belas ribu halaman. Dan yang hilang lebih dari itu.

Ulama adalah pewaris nabi, mereka tidak mewarisi dinar atau dirham, tapi yang mereka warisi adalah ilmu dan integritas mereka.  Merekalah cermin jernih kehidupan yang tidak pernah buram meski berabad waktu telah terlewati. Pada merekalah kita belajar mengasah pedang kehidupan yang kian lama makin menumpul.

Dan akhirnya, tidak ada yang tertulis dalam lembaran ini kecuali untuk sarana terus memperbaiki diri dan berbagi dalam konteks jama’i. Maka mulai saat ini, genggamlah erat pedang kehidupan itu dan tebaslah semua kemalasan yang sudah terlalu lama bersemayam dalam diri.

Jakarta, 13 Ramadhan 1432