Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah: Sebuah Perbandingan Dilihat dari Sisi Faktor Penggerak dan Kegiatan Ekonominya



A.    Pendahuluan 
Jika kita klasifikasikan (secara umum) setidaknya terdapat tiga mazhab sistem ekonomi yang dikenal oleh dunia di era kontemporer ini. Yaitu Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis yang kemudian kita kelompokan sebagai sistem ekonomi konvensional. Kemudian sistem ekonomi Islam atau ekonomi syariah. 

Dari ketiga sistem ekonomi tersebut masing-masing memiliki karakteristik. Sistem ekonomi konvensional yang paradigmanya didasarkan pada keduniaan belaka (weltanschauung), tetapi ekonomi Islam berorientasi pada perilaku dunia dan tujuan akhirat (Ahmad Dahlan 2005). Selain itu banyak pula perbedaan-perbedaan yang mendasar antara ekonomi konvensional dan ekonomi syariah. Dan pada kesempatan kali ini akan kita bahas bersama perbedaan tersebut, yang kita khususkan dari sisi faktor penggerak dan kegiatan-kegiatan ekonominya.

B.     Perbandingan  Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah
1.      Faktor Penggerak Ekonomi
a.      Kebutuhan Manusia yang Tidak Terbatas
Salah satu konsep mendasar dari sistem ekonomi  konvensional adalah kebutuhan manusia tidak terbatas. Para ekonom konvensional sangat yakin dengan konsep ini, konsep ini pula yang banyak diajarkan secara masif di sekolah-sekolah umum, padahal konsep ini tidak seutuhnya dapat dibenarkan.

Benarkah Kebutuhan Manusia Tidak terbatas? 
Ada sebuah pertanyaan mendasar untuk membahas permasalahan konsep ini. Benarkah Kebutuhan Manusia Tidak terbatas? Setidaknya ada dua kebutuhan manusia, kebutuhan pokok dan kebutuhan pelengkap (Alfattah 2009). Kebutuhan pokok adalah kebutuhan manusia yang bersifat mendasar dimana bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka manusia akan mengalami kebinasaan atau kesengsaraan dalam hidup. Kebutuhan pokok ini terdiri dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa makanan dan manusia akan sengsara bila kekurangan makanan, namun kebutuhan manusia akan makanan sangat terbatas. Manusia rata-rata hanya makan tiga piring dalam sehari, kalaupun ada yang lebih dari tiga piring dalam sehari, yang demikian hanyalah sedikit orang, itupun tidak akan sampai seratus piring dalam sehari apalagi tidak terbatas. Demikian pula dengan pakaian, manusia membutuhkan pakaian yang layak untuk dipakai sehari-hari yang berguna untuk melindungi badan dari cuaca dan untuk menjaga kehormatan diri, namun kebutuhan manusia akan pakaian juga terbatas, wajarnya setiap manusia berganti pakaian dua kali dalam sehari, sehingga kebutuhan akan pakaianpun juga terbatas. Kebutuhan manusia akan perumahan juga demikian, satu keluarga satu rumah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan. 
 Sedangkan pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah kebutuhan yang bersifat immateri (jasa). Jenis kebutuhan ini juga terbatas, pendidikan memang luas, namun ilmu yang dibutuhkan manusia untuk hanya sekedar menjalani kehidupan dengan layak terbatas. Kesehatan juga demikian, tidak setiap hari manusia sakit, sehingga kebutuhan manusia akan kesehatan terbatas. Keamanan pun demikian, kriminalitas dapat ditekan dan kebutuhan manusia akan keamanan dapat dipenuhi dengan baik.
Sedangkan kebutuhan pelengkap adalah kebutuhan tambahan dari kebutuhan pokok untuk mempernyaman kehidupan. Orang tidak binasa atau sengsara bila kebutuhan tidak terpenuhi. Contoh kebutuhan ini adalah memperindah rumah, memiliki mobil, rekreasi dan lain-lain. Jenis kebutuhan ini juga terbatas, karena pada dasarnya manusia dapat hidup lebih baik dan lebih nyaman tanpa harus memiliki segalanya.

Menyikapi Kebutuhan
            Para penganut mazhab mainstream seperti M. Umer Chapra, M. Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, (mayoritas para ekonom Islam moden termasuk penganut mazhab ini) menyatakan bahwa kita harus memiliki skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. Berbeda dengan penentuan skala prioritas dalam ekonomi konvensional yang tergantung pada individu dengan atau tanpa pendekatan agama, tetapi dengan “mempertuhankan nawa nafsu dan materi”, sedangkan mazhab ini berpendapat dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk ekonomi, harus merujuk pada ajaran Allah lewat al-Qur’an dan Sunnah.

Silahkan klik link berikut untuk mendapatkan artikel lengkapnya. DOWNLOAD
Silahkan mencopy-paste tulisan ini dengan tetap menghormati hak-hak ilmiah dengan menyebutkan link blog ini :)