Kesulitan Itu Tidak Boleh Mengalahkan Kita (Bag 1)


Saya sangat yakin bahwa orang-orang Palestina, afghanistan, checnia, atau yang paling dekat dengan kita seperti kaum pattani di thailand selatan dan para muslim di moro, filipina bagian selatan, telah dan selalu mengalami kesulitan dan penderitaan yang sangat jauh lebih menyakitkan dari kita. Karenanya saya sangat malu ketika saya berkeluh, "Ya Allah, betapa sulit kehidupan ini bagi saya." Sedangkan suara tawa kita masih menyentak dengan kuat. Belaian sang ibu masih kerap membuai kita, hangatnya selimut sangat sering mengkemuli tubuh kita, bening air yang kita minum, putih bersih nasi yang kita makan, saya tidak yakin mereka (para manusia yang tinggal didaerah konflik itu) masih menikmati ini,...
Kemudian, saya sangat malu ketika saya menganggap diri kitalah yang paling menderita di dunia ini. Malu kepada anak-anak palestina yang tertembak saat bermain bola, malu kepada mereka yang kehilangan orang tua. Malu kepada anak-anak afghanistan yang harus tinggal di tempat-tempat pengungsian yang jaraknya lebih dari 100 km, dan mereka harus menempuhnya dengan berjalan kaki. Malu anak-anak yang dipaksa bercengkerama dengan air mata, berhujankan peluru dan mortir.

Saya tak tahu masihkah kita tidak malu ketika mendramatisir keadaan diri kita (yang sebenernya bergelimang kemudahan) ketika satu persatu orang moro diperiksa dengan sangat ketat oleh para tentara yang bersenjata lengkap hanya untuk memasuki desanya sendiri. Orang-orang Pattani yang harus dipenjara atau bahkan ditembak ketika mereka menunjukkan eksistensi dirinya sebagai orang melayu.
Karenanya kesulitan ini sama sekali tidak boleh melemahkan kita, karena mereka mengalami penderitaan yang jauh sangat berat dari yang kita alami. Karenanya kesulitan ini harus kita tumbangkan, seperti anak-anak palestina yang tak pernah gentar melawan moncong peluru dengan batu-batu kerikil.
Cilegon, 22 Juni 2009