Motivasi Keberislaman

Kita harus yakin tidak ada motivasi terbesar dalam kehidupan ini kecuali keberislaman kita sendiri. Karena keislaman, sejarah menjadi gemerlap, penuh kemilau cemerlang ukiran indah para pahlawan sejati. Mulai dari meriah warna-warni cinta karena-Nya, sampai sembab hitam mata karena air mata kerinduan pada Alloh dan Rasul-Nya

Jika bukan karena Islam tentu tidak mungkin Mushab bin Umeir berkata pada ibunya,
“Jika seandainya bukan kau memiliki 100 nyawa dan seluruhnya tercerabut dihadapanku, sesungguhnya aku tidak akan sedikitpun keluar dari keislamanku”. Begitulah Mushab, keislaman telah mencecap hatinya. Menjadikannya teguh kokoh tak bergoyah di hadapan kemusyrikan.

Hanya keislamanlah yang mampu mencipta keyakinan sebening Abu Bakar, keberanian segagah Umar bin Khattab, kedermawanan seanggun Utsman bin Affan, dan pemahaman sebijak Ali bin Abi Thalib. Begitulah sahabat-sahabat mulia ini, keislaman telah menginjeksi kemudian mereplikasi memenuhi tiap detil ruang dalam relungnya. Menjadikannya bening, gagah, elok dan penuh kebijaksanaan. Itulah motivasi keberislaman.



Bukan hanya sahabat, para ‘alim yang mujahid pun dengan apik telah mencontohkannya agar diteladani oleh kita. Maka ketika keislaman telah menemukan singgasanaya dalam hati, yang terbentuk adalah asy Syahid Syekh Ahmad Yassin yang dengan paraplegic-nya, dari atas kursi roda, dengan mata yang nyaris tak dapat melihat beliau menjadi momok paling menakutkan Israel.

Saat keislaman jadi motivasi maka yang terbentuk adalah asy syahid dr. Abdul Aziz ar Rantisi, memilihi Apache sebagai sarana jumpai syahid. Begitulah keislaman, menjadikan kematian sebagai hal yang dicita-citakan.

•••

Tidak ada yang harus kita lakukan saat ini, di sini kecuali kembali meresapi keberislaman kita agar menjadi hal yang kembali memotivasi. Memenuhi hari, menggerakan diri dan mengoptimalkan tiap amanah-amanah yang suka tidak suka tertanggung di bahu kita.

Hilangnya makna keberislaman menjadikan kita tak lagi mau menghargai waktu. Maka yang terjadi adalah syuro dan event yang ‘ngaret’, aktivitas yang terbengakalai, dan detik-detik yang tersia tanpa kemanfaatan sedikit pun yang dihasilkan. Padahal keberislaman kita telah menjadikan waktu sebagai asset berharga yang harus termanfaatkan dengan sebaik mungkin. Menjadikan tiap detil yang dilaluinya berdaya guna untuk sebanyak mungkin makhluk Alloh.

Cukuplah kita menjadi durhaka kepada Alloh dan Rasul-Nya, ketika mencari ilmu dengan malas, menghalalkan ‘keburukan’ ketika ujian dan menjadikan nilai berbentuk angka sebagai orientasi puncak pembelajaran. Semuanya mendistorsi mulianya ilmu dalam Islam. Keislaman menuntun kita untuk memaknai ilmu sebagai aktivitas mulia, memerintahkan pengamalan ilmu sebagai bentuk penjagaan. Menjadikan ilmu sebagai sarana utama menggapai kedekatan dengan Alloh. Bukan untuk motivasi-motivasi rendahan yang pandir. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa mencari ilmu untuk kebanggaan di depan ulama, untuk mendebat orang-orang bodoh dan untuk menarik perhatian manusia kepadanya. Maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari neraka.” (HR. at Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Keislaman adalah motivasi terbesar kehidupan untuk melakukan kebaikan dan perbaikan. Maka maknai kembali, resapi kembali keberislaman kita. karena dengannya kita akan berjuang, melanjutkan perbaikan untuk sebuah agungnya pertemuan. Pertemuan di Surga-Nya kelak, Amiin…


Ditulis untuk memperingati tahun baru Islam 1432 Hijriah
Tahun baru semangat baru ^^

Sawangan, 27 Dzulhijah 1431